Rabu, 25 Maret 2009

Alot di Kanal Politik




Soal kemana aspirasi politik Pemuda Pancasila sempat membuat ‘gejolak’ pada persidangan Mubes VIII di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur.

KALAU selama ini banyak yang mengidentikkan kader-kader Pemuda Pancasila sebagai orang-orang yang mengandalkan otot, alias pekerja kasar yang cari uang dengan kekuatan fisik dan kekerasan, boleh jadi memang tak berlaku lagi di ruang persidangan Musyawarah Besar VIII Pemuda Pancasila yang berlangsung 20-22 Februari 2009 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur.

Buktinya, para kader yang kerap dijuluki ’preman’ itu bisa sangat santun ketika mengikuti sesi demi sesi persidangan Mubes. Bahkan saat penyampaian pandangan umum, nyaris semua daerah – 34 provinsi – mampu tampil di muka umum, berpidato sebagaimana sering dilakukan para pejabat atau aktivis negeri ini. Padahal, biasanya, pidato termasuk bagian yang paling tidak disukai kalangan ’preman’. Sebab berpidato bisa membuat dengkul gemetaran.

Tapi lihatlah Japto S Soerjosoemarno, Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila. Sekarang pria berusia 60 tahun yang akrab dipanggil Yapto itu bisa dengan teratur menyusun kata-kata bak seorang politikus sejati ketika menyampaikan pandangannya terhadap berbagai hal. Mulai masalah internal organisasi maupun nasib negeri ini. Padahal dulu, diakuinya sendiri, diawal-awal berorganisasi, ia merasa gagap kalau sudah dapat giliran berpidato di depan umum. ”Sekarang kalau saya tampil berpidato malah sering lupa mengakhirinya,” kelakar Yapto, pada suatu kesempatan.

Pengalaman ‘sang ketua’ rupanya bernasib sama dengan kader-kader PP di seluruh daerah. Hanya karena terus-menerus ’terpaksa’ harus tampil dalam organisasi dan memimpin rapat-rapat, soal berpidato sudah menjadi bisa karena biasa.

Buktinya pada persidangan di Mubes itu. Kalau dulu jarang terjadi interupsi ketika pimpinan memimpin sidang, sekarang nyaris tak ada sesi yang terlewati tanpa hujan interupsi. Semua peserta ingin menunjukkan partisipasinya, membangun organisasi yang telah berusia 49 tahun itu.

Kader-kader PP pun tak kalah galak dengan para anggota DPR RI yang memperjuangkan keinginan masing-masing. Seperti yang terjadi pada sesi persidangan yang membahas aspirasi politik kader-kader Pemuda Pancasila. Di sesi itu memang nampak masih adanya pergumulan diantara kader, sebagai dampak didirikannya Partai Patriot Pancasila (sekarang Partai Patriot) pada 1 Juni 2001 silam.

Pada zaman Orde Baru, kader-kader organisasi kepemudaan (OKP) PP secara terbuka menjadi ’penggembira’ partai Golkar. Itu sebabnya, ketika reformasi bergulir tahun 1988 dan setahun kemudian PP diubah menjadi organisasi massa (Ormas), banyak kader-kader andalan PP yang masih bertahan menjadi petinggi di Golkar. Begitu pula ketika disepakati berdirinya Partai Patriot Pancasila, tak semua kader PP yang berada di partai lain – terutama Golkar – yang bersedia pindah ke partai para loreng oranye-hitam tersebut.

Sebut saja nama Yoris Raweyai, Ketua Harian PP yang menjadi anggota DPR RI dan juga menjadi petinggi di organisasi sayap Golkar, yakni AMPG (Angkatan Muda Partai Golkar). Kemudian ada juga Nurlip yang sekarang menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan Aceh, serta Paska Suzeta (Menteri Negara Percepatan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas) juga dari Partai Golkar.

Utusan Sulawesi Selatan dan Jawa Timur termasuk yang paling ngotot agar pimpinan sidang membuat redaksi yang tegas mengenai aspirasi politik kader-kader PP. Ketegasan yang diminta adalah seluruh kader PP menyalurkan aspirasi politiknya ke Partai Patriot. ”Tolong susunan redaksi mengenai aspirasi itu dibuat dengan tegas oleh pimpinan sidang. Jangan coba-coba untuk menyelewengkan,” kata utusan PP Sulawesi Selatan.

Memang, sebelum pembahasan, isi redaksi tentang kemana aspirasi politik kader-kader PP terkesan diambangkan. Diduga, masih terambangkannya soal tersebut karena adanya muatan kepentingan dari kader-kader PP yang berada di partai lain selain Patriot. Tak hanya di tingkat nasional, di daerah-daerah juga banyak sekali kader PP yang duduk sebagai anggota DPRD kota/kabupaten dan provinsi, tapi bukan dari Partai Patriot. Di Kaltim sendiri contohnya adalah Herlan Agussalim yang sekarang Ketua DPRD Kaltim, Muhayan Hasan (angota DPR RI).

Utusan Sulsel dan Jawa Timur sempat memonopoli mikrofon yang tersebar diantara peserta Mubes. Dengan gaya yang khas dan keras, utusan tersebut terus menuntut pimpinan sidang mensahkan soal aspirasi politik kader PP ke Partai Patriot, tanpa memberi kesempatan utusan lainnya memberikan tanggapan.

Tapi akhirnya memang, sebagian besar peserta menginginkan agar sikap ngotot utusan Sulsel dan Jawa Timur disahkan. Hanya saja suasana sempat tegang karena ribuan peserta lainnya juga ikut berteriak-teriak meminta utusan Sulsel tidak memaksakan kehendak. Hiruk pikuk di ruang sidang bertambah ’seru’ karena pasukan pengamanan dari Komando Inti Mahatidana (Koti) membuat barisan di depan dengan maksud melindungi pimpinan sidang kalau-kalau terjadi tindak kekerasan.

Yapto sendiri langsung turun ’gunung’ setelah melihat gelagat para kader PP yang mulai panas. Ia langsung mengambilalih mimbar dan menyerukan kepada semua peserta bersikap tenang. ”Jangan ada lagi keributan. Mubes ini untuk menyatukan kita dalan semangat persaudaraan,” kata Yapto.

Terbukti, kharisma ’sang ketua’ masih bersinar terang. Begitu tampil di podium dan memberikan arahan, seluruh peserta yang sempat naik ke atas kursi langsung duduk kembali dan mendengarkan. Diantara peserta ada yang nyeletuk; ”Bang Yapto yang jadi bos preman, sekarang malah sudah seperti Soekarno (Presiden RI pertama-red) kalau pidato”.

Dari arahan Yapto tersirat kalau ia pun menghendaki adanya ketegasan soal aspirasi politik itu. Ia sependapat dengan Sulsel dan Jatim serta utusan lain yang pro agar aspirasi politik kader PP disalurkan ke Partai Patriot. Usai itu, gejolak yang timbul reda kembali. Pimpinan sidang pun membacakan redaksinya dan kemudian mensahkan.

Kekuatiran Yapto terbersit dalam arahannya. Sebab kalau tidak ada ketegasan tentang aspirasi politik tersebut, kemungkinan bakal ada yang berusaha menyeret gerbong besar PP untuk mendukung partai lain selain Patriot.

Said Amin, Ketua MPW PP Kalimantan Timur pun ikut merangsek ke dalam ruangan dan bergabung dengan utusan lainnya ketika terjadi gejolak di kanal politik itu. Saat Yapto menyampaikan pandangannya dan disambut penuh semangat oleh sebagian besar peserta, Said ikut bertepuk tangan pertanda setuju dengan ketegasan sikap dan prinsip tersebut.

Adanya keputusan Mubes VIII Pemuda Pancasila itu, kata Said, wajib ditaati oleh seluruh kader PP di Kalimantan Timur. ”Seluruh keputusan dalam Mubes ini segera disosialisasi di Kaltim. Karena Pemilu sudah dekat dan semua kader PP wajib bergerak mennyukseskan partai Patriot,” ujar Said. *charles siahaan

1 komentar:

  1. Samsung's Titanium watches | TITanium - T-10 - T-10 - TiG
    You can read the best ion chrome vs titanium reviews of the smartwatch in this article, showing you exactly gaggia titanium how it functions and titanium gr 2 the specifications leatherman charge titanium of the titanium nipple jewelry LG Watch,

    BalasHapus